oleh : Adiadwan Herrawan
Dalam proses pemahaman ajaran
Agama Islam, tantangan terhadap keberadaan Al-Qur’an untuk menyikapi aspek
konteks zaman dan kekinian telah menjadi hal yang kritikal bagi sebagian ummat
yang menamakan dirinya Islam Liberal. Dampak dekonstruksi konsep wahyu dan
kenabian yang dilakukan oleh kaum liberal telah mengaburkan definisi mendasar
dalam metode studi Al-Qur’an yang selama ini telah diyakini oleh sebagian besar
ummat muslim.
Gugatan dan hujatan terhadap
Al-Qur’an telah mencapai tahap mengkhawatirkan. Karena mereka telah berusaha
menggugat otentisitas Al-Qur’an sebagai kitab suci, yang sejalan dengan
pemikiran para orientalis Yahudi dan Kristen karena tidak meyakini akan
keshahihan Al-Qur’an 1.
Bahkan salah seorang pendiri Jaringan Islam Liberal dalam website-nya dengan tegas menyatakan bahwa keyakinan ummat Islam
terhadap Al-Qur’an selama ini hanyalah merupakan formulasi dan angan-angan
teologis (‘al-khayal al-dini’) hasil
dari para ulama sebagai bagian dari formulasi doktrin-doktrin Islam 2. Naudzubillah.
Kesesatan pemikiran yang
mendalam oleh kelompok Islam Liberal ini didasari oleh dampak serius yang
diakibatkan metode Hermeneutika yang diterapkan untuk menafsirkan Al-Qur’an.
Sebuah metode penafsiran secara obyektif dan subyektif yang melibatkan konteks
historis yang wajar dilakukan dalam kajian filsafat dan sejarah, tetapi menjadi
bermasalah bila dihadapkan kepada teks Al-Qur’an khususnya sebagai substitusi
tafsir. Karena yang selama ini dipahami Al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan yang
seluruh lafadz dan maknanya berasal
dari Allah SWT. Bagaimana mungkin bila sebagai kalam Ilahi, penafsir dapat memasuki alam si pembuat teks
(Tuhan), menyelami maksud dan kehendak Tuhan ketika menurunkan Al-Qur’an?
Sikap kritis yang diajarkan
dalam metode Hermeneutika telah memberi ruang bagi timbulnya permasalahan besar
bila diterapkan pada teks Al-Qur’an, antara lain adanya sikap kritis yang
cenderung curiga yang tidak dapat lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu,
khususnya terhadap konteks masyarakat Arab abad ke-7 dibandingkan relevansi
kondisi saat ini.
Hal lain yang juga menjadi
permasalahan besar adalah cara pandang teks sebagai produk budaya (manusia),
yang mengabaikan hal-hal yang bersifat transenden (‘ilahiyyah’). Karena mereka beranggapan bahwa sebagai produk
budaya, wahyu Tuhan dipengaruhi oleh budaya Arab, budaya di mana wahyu
diturunkan. Berbagai kemukjizatan di dalam bahasa Al-Qur’an menjadi tereduksi
kesahihannya. Juga metode Hermeneutika yang secara aktual sangat plural yang
akibatkan kebenaran tafsirnya menjadi sangat relatif, yang kemudian akan sulit
untuk diamalkan. 3
Sejatinya metode tafsir
Hermeneutika telah diadopsi pihak Yahudi – Kristen dalam menafsirkan kitab suci
mereka, yang berakibat terjadinya pemisahan antara Kristen dan Katolik. Yang
sungguh mengherankan, kegagalan penerapan metode tersebut justru digunakan oleh
kelompok Islam untuk menafsirkan Al-Qur’an, As-Sunnah bahkan Fiqih dan ajaran
lainnya, dan diajarkan di universitas-universitas Islam, di fakultas Ushuluddin
jurusan Tafsir-Hadits. Subhanallah.
Apabila filsafat
Hermeneutika digunakan kepada Al-Qur’an, maka ayat-ayat yang muhkamat akan menjadi mutasyabihat, yang ushul menjadi furu’, yang tsawabit menjadi mutaghayyarat, yang qoth’iy menjadi
dhonniy, yang ma’lum menjadi majhul,
yang ijma’ menjadi ikhtilaf, yang mutawatir menjadi ahad dan
yang yaqin menjadi dhonn bahkan syakk. Sebuah kerancuan yang mengarah kepada kesesatan agama yang
nyata. Naudzubillah.
1
ADNIS ARMAS, MA, Serangan terhadap
Al-Qur’an dari Orientalis hingga Islam Liberal, INSISTS.
2 ADNIS ARMAS,
MA, Serangan terhadap Al-Qur’an dari Orientalis
hingga Islam Liberal, INSISTS.
3 DR. ADIAN HUSAINI, MA, Hegemoni Kristen–Barat dalam Studi Islam di
Perguruan Tinggi, Gema Insani,
2006.
4
Drs.
HARTONO AHMAD JAIZ, Ada Pemurtadan di
IAIN, Pustaka Al-Kautsar, 2006.
No comments:
Post a Comment