Thursday 5 May 2016

MEMAHAMI SEJARAH dan PERADABAN ISLAM (3) : ORIENTALISME.



Oleh : Adiadwan Herrawan.

Orientalis berawal dari semangat para ilmuwan Barat dalam tradisi keilmuan melalui kajian intensif yang mempelajari peradaban timur, khususnya peradaban Islam, sesuai semangat zaman pencerahan dengan semboyan “Ex Oriente Lux” (dari Timur muncul cahaya).

Bermula dari “gerakan intelektual” di masa ‘romantic movement’ di abad 17-18, menumbuhkan tradisi keilmuan dan intelektual dalam kajian pemikiran, peradaban, budaya, sejarah, ‘oriental studies’ dengan beragam fokus Mesir, Cina, India, Arab juga Islam. Dan kecenderungan orang-orang Barat mengkaji Islam semakin besar terutama setelah Perang Salib pada abad kesebelas Masehi, dengan mulai menerjemahkan buku-buku Islam (era ‘translation movement’). 1

Semangat mempelajari agama Islam sangat erat berhubungan dengan Kolonialisme dalam misi “3-G” (Gold-Gospel-Glory). Tidak terkecuali di Indonesia, penjajahan Belanda di Indonesia yang menjadikan studi Islam sebagai alat untuk menaklukkan daerah Aceh, seperti yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje. Yang menarik, semangat para Orientalis menjadikan Islam sebagai ‘objek penelitian’, dengan tanpa mempedulikan aspek kebenaran yang ada di dalamnya. Bahkan mereka melihat agama Islam sebagai fenomena sosial semata, sehingga melahirkan pengkategorisasian yang salah, seperti; Islam klasik, Islam Moderat, Islam Fundamentalis, Islam Radikal juga Islam Liberal.

Pierre Maurice de Montboissier yang dikenal sebagai Petrus Venerabilis, pada tahun 1141, telah memulai merintis sebuah “Islamic studies” di kalangan Kristen, yang berlokasi di Toledo, Spanyol, dengan menghimpun, membiayai dan menugaskan penerjemahan untuk menghasilkan karya-karya yang akan dijadikan landasan untuk para misionaris Kristen dalam berinteraksi dengan kaum Muslim. 2

Para teolog Kristen di masa lampau pada umumnya menjadikan Bibel sebagai acuan dalam menilai kualitas dan validitas Al-Qur’an, sehingga dapat mengubah penafsiran terhadap Al-Qur’an. Bahkan mereka membongkar aspek teologi dan epistemologi Islam ke akar-akarnya sehingga akhirnya dapat mengubah keyakinan ummat Islam terhadap kitab suci, hadits dan segala aspek keimanan lainnya. 3

Kegagalan sejarah Barat dalam memahami Bibel, justru menggunakan dan menyebar luaskan “metode Hermeneutika” sebagai metode alternatif untuk memahami Al-Qur’an. Akibatnya, Al-Qur’an hanya dinilai sebagai kitab biasa yang dipengaruhi faktor sosial-politik, sebagai produk budaya, yang berakibat menodai kesakralan Al-Qur’an.

Demikianlah kaum Orientalis menyerang pondasi ummat Islam, dengan menyerang otentitas dan validitas Al-Qur’an dan Hadits, serta secara sistematis merintis studi Islam melalui jalur-jalur pendidikan. Naudzubillah.

1  SYAMSSUDDIN ARIF, Studi Islam di Barat: Cita, Fakta, Ciri dan Cara, INSISTS.
2  AKMAL SJAFRIL, Islam Liberal 101, Indie Publishing, 2011.
3   HAMID FAHMY ZARKASYI, Pengantar Islam Liberal: Liberalisasi Projek Barat, 2011.

* Sumber :
Materi Kuliah SEKOLAH SEJARAH & PERADABAN ISLAM :
“Sejarah dan Orientalisme”, Dr. SYAMSUDDIN ARIF – Direktur INSISTS, Kampus UI Departemen Sejarah FIB-UI, Depok, 16 April 2016.

No comments:

Post a Comment