oleh : Adiadwan Herrawan.
Selama beberapa ratus tahun, kaum muslimin sangat mafhum bahwa kaum “di
luar Islam” adalah kaum Kafir. Untuk mereka ada berbagai status, seperti dzimmi, harbi, musta’man atau mu’ahad.
Al-Qur’an pun menggunakan sebutan “Kafir Ahli Kitab” dan “Kafir Musyrik” (QS.
Al-Bayyinah: 6). 1
Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya
kaum yang dimurkai adalah orang-orang YAHUDI, dan kaum yang tersesat adalah
orang-orang NASRANI” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi).
Namun dalam perkembangannya terdapat sekelompok mukmin yang berusaha
melakukan Dekonstruksi terhadap berbagai konsep baku dalam Islam. Upaya
dekonstruksi atau reduksi konsep Islam ini berkembang pesat tidak saja di dunia
pemikiran global, tapi juga masuk ke Indonesia sebagai paham Pluralisme Agama.
Mereka mengaburkan pemahaman Tauhidullah dalam Islam dan berusaha menyatukan
keyakinan Tauhid Islam berdampingan dengan kesyirikan kepada Allah SWT.
Secara substansial dan fundamental antara Iman dan Syirik, antara paham
Tauhid Islam dengan paham Pluralisme agama tidaklah mungkin bertemu apalagi
disatukan, karena masing-masing saling berlawanan dalam pemikiran. Yang satu mengakui
eksklusivitas ke-Esaan Allah dan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW sebagai
satu-satunya jalan kebenaran dan keselamatan, sedangkan yang satunya lagi
mengakui kebenaran semua agama. Karena dalam pandangan-NYA, kesyirikan adalah
kedzaliman yang paling besar (‘zhulmun
azhim’).
Dalam Islamic Worldview, sekedar menyatakan bahwa Allah SWT “mempunyai
anak” saja sudah sebagai kemunkaran yang besar dan Allah SWT sangatlah murka
karenanya, yang tercantum dalam firman Allah SWT : “Sesungguhnya TELAH KAFIRLAH orang-orang yang berkata – Sesungguhnya
Allah ialah Almasih Putra Maryam... Almasih Putra Maryam itu hanyalah seorang
Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul” (QS.
Al-Maidah: 72-75).
Dan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk meluruskan kembali
penyimpangan ajaran Nabi Isa a.s oleh kaum Kristen, yang sudah terlalu jauh
diselewengkan oleh pengikut-pengikut agama mereka. Juga yang terkait dengan
peristiwa “penyaliban Yesus”, yang menurut keyakinan kaum Kristen telah
membenarkannya (Yohannes: 19). 2
Hal tersebut dibantah keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya : “Dan karena ucapan mereka – Sesungguhnya
kami telah membunuh Almasih Putra Maryam, Rasul Allah – Padahal mereka TIDAK
MEMBUNUHNYA dan TIDAK (PULA) MENYALIBNYA...” (QS. An-Nisa: 157).
Melalui pemikiran Pluralisme semua kemunkaran tersebut dilegitimasi,
karena telah membongkar Islam secara konsep dasarnya. Oleh karenanya sangatlah
mustahil Pluralisme agama dapat hidup berdampingan secara damai dengan Tauhid
Islam. Tetapi upaya Dekonstruksi dan Reduksi makna Islam tersebut terus
berjalan, dan ironisnya justru dikembangkan oleh tokoh-tokoh dan cendekiawan
yang bukan hanya dianggap mempunyai otoritas dalam keilmuan Islam, tetapi juga
dihormati di lembaga-lembaga keagamaan. Dan, tidak banyak kalangan ulama dan
cendekiawan yang menganggap hal ini sebagai masalah yang serius bagi
perkembangan masa depan ummat dan dakwah Islam di Indonesia.
Seharusnyalah penyebar paham Pluralisme segera bertaubat dan menyadari
kekeliruannya, yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara
Konsepsi Tauhidullah Islam dengan ketuhanan Kristen/Katolik dengan teori
Pluralisme-Teologisnya, agar segera mengkaji Islam lagi dengan baik, dan
berpikir dengan lebih jernih dan ikhlas, yang jauh dari ‘silau’ dengan segala
yang bersentuhan dengan ilmu Filsafat yang bersumber dari Barat. Semoga.
1 Dr. ADIAN
HUSAINI, MA, Pluralisme Agama: Haram,
Pustaka Al-Kautsar, 2005.
2 Dr. ADIAN
HUSAINI, MA dan NUIM HIDAYAT, Islam
Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya, Gema Insani, 2002.
No comments:
Post a Comment