Wednesday 20 April 2016

PRINSIP TAUHIDULLAH: Perbedaan Mendasar yang Memisahkan Tauhid Islam dari Paham Pluralisme Agama.


oleh : Adiadwan Herrawan.
Selama beberapa ratus tahun, kaum muslimin sangat mafhum bahwa kaum “di luar Islam” adalah kaum Kafir. Untuk mereka ada berbagai status, seperti dzimmi, harbi, musta’man atau mu’ahad. Al-Qur’an pun menggunakan sebutan “Kafir Ahli Kitab” dan “Kafir Musyrik” (QS. Al-Bayyinah: 6). 1

Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya kaum yang dimurkai adalah orang-orang YAHUDI, dan kaum yang tersesat adalah orang-orang NASRANI” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi).

Namun dalam perkembangannya terdapat sekelompok mukmin yang berusaha melakukan Dekonstruksi terhadap berbagai konsep baku dalam Islam. Upaya dekonstruksi atau reduksi konsep Islam ini berkembang pesat tidak saja di dunia pemikiran global, tapi juga masuk ke Indonesia sebagai paham Pluralisme Agama. Mereka mengaburkan pemahaman Tauhidullah dalam Islam dan berusaha menyatukan keyakinan Tauhid Islam berdampingan dengan kesyirikan kepada Allah SWT.

Secara substansial dan fundamental antara Iman dan Syirik, antara paham Tauhid Islam dengan paham Pluralisme agama tidaklah mungkin bertemu apalagi disatukan, karena masing-masing saling berlawanan dalam pemikiran. Yang satu mengakui eksklusivitas ke-Esaan Allah dan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan keselamatan, sedangkan yang satunya lagi mengakui kebenaran semua agama. Karena dalam pandangan-NYA, kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar (‘zhulmun azhim’).

Dalam Islamic Worldview, sekedar menyatakan bahwa Allah SWT “mempunyai anak” saja sudah sebagai kemunkaran yang besar dan Allah SWT sangatlah murka karenanya, yang tercantum dalam firman Allah SWT : “Sesungguhnya TELAH KAFIRLAH orang-orang yang berkata – Sesungguhnya Allah ialah Almasih Putra Maryam... Almasih Putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul” (QS. Al-Maidah: 72-75).

Dan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk meluruskan kembali penyimpangan ajaran Nabi Isa a.s oleh kaum Kristen, yang sudah terlalu jauh diselewengkan oleh pengikut-pengikut agama mereka. Juga yang terkait dengan peristiwa “penyaliban Yesus”, yang menurut keyakinan kaum Kristen telah membenarkannya (Yohannes: 19). 2

Hal tersebut dibantah keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya : “Dan karena ucapan mereka – Sesungguhnya kami telah membunuh Almasih Putra Maryam, Rasul Allah – Padahal mereka TIDAK MEMBUNUHNYA dan TIDAK (PULA) MENYALIBNYA...” (QS. An-Nisa: 157).

Melalui pemikiran Pluralisme semua kemunkaran tersebut dilegitimasi, karena telah membongkar Islam secara konsep dasarnya. Oleh karenanya sangatlah mustahil Pluralisme agama dapat hidup berdampingan secara damai dengan Tauhid Islam. Tetapi upaya Dekonstruksi dan Reduksi makna Islam tersebut terus berjalan, dan ironisnya justru dikembangkan oleh tokoh-tokoh dan cendekiawan yang bukan hanya dianggap mempunyai otoritas dalam keilmuan Islam, tetapi juga dihormati di lembaga-lembaga keagamaan. Dan, tidak banyak kalangan ulama dan cendekiawan yang menganggap hal ini sebagai masalah yang serius bagi perkembangan masa depan ummat dan dakwah Islam di Indonesia.

Seharusnyalah penyebar paham Pluralisme segera bertaubat dan menyadari kekeliruannya, yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara Konsepsi Tauhidullah Islam dengan ketuhanan Kristen/Katolik dengan teori Pluralisme-Teologisnya, agar segera mengkaji Islam lagi dengan baik, dan berpikir dengan lebih jernih dan ikhlas, yang jauh dari ‘silau’ dengan segala yang bersentuhan dengan ilmu Filsafat yang bersumber dari Barat. Semoga.

1  Dr. ADIAN HUSAINI, MA, Pluralisme Agama: Haram, Pustaka Al-Kautsar, 2005.
2  Dr. ADIAN HUSAINI, MA dan NUIM HIDAYAT, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya, Gema Insani, 2002.

No comments:

Post a Comment